Ekonomi, Budaya, Nasional

Tren filantropis dari warung makan gratis di Ciangsana, Bogor

Warung makan gratis ini salah satu bentuk tren untuk berbagi dengan sesama sekaligus menjalankan anjuran agama di masyarakat Indonesia

Surya Fachrizal Aprianus  | 09.09.2019 - Update : 10.09.2019
Tren filantropis dari warung makan gratis di Ciangsana, Bogor Pelajar sedang menikmati hidangan di rumah makan gratis, Ciangsana, Bogor (Surya Fachrizal Aprianus - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA 

Sebuah rumah makan di Ciangsana, Bogor, memberikan makanan gratis, setiap hari.

Namanya Rumah Makan Gratis Ciangsana. Namanya identik dengan lokasinya yang berada di Jalan Raya Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Rumah makan yang didirikan oleh Aditya Prayoga, berusia 27 tahun, menyediakan tiga ratus porsi makanan per hari dengan menu bervariasi. Mulai dari ikan, telur, dan ayam. Bahkan tak jarang ada daging sapi dan kambing.

“Setiap hari saya belanja bahan makanan satu juta rupiah,” kata Aditya, pemilik Rumah Makan Gratis Ciangsana.

Adit menuturkan, rumah makan gratis ini dia rintis pada 2016 bersama istrinya Astie Luhur Fitriyani (22).

Kala itu keadaan ekonomi mereka sedang sulit. Mereka sudah punya satu anak. Tapi pekerjaan Adit cuma menjual alat MP3 pemutar rekaman al-Quran di masjid-masjid.

Suatu hari saat berjualan di masjid, Adit melihat seorang perempuan tua sedang memulung rongsokan. Jalannya pincang, di kakinya ada luka yang sepertinya sudah lama tak kunjung sembuh.

Adit monolong perempuan itu pulang ke rumahnya. Dari situ dia ketahui, sang nenek tinggal sendiri tanpa suami dan anak-anak.

Sepulangnya di rumah, Adit berpesan ke istrinya untuk memasak lebih banyak. Mulai saat itu Adit mengantar makanan untuk sang nenek setiap hari.

Dua bulan kemudian, sang nenek meninggal dunia. Tetapi sejak menolong nenek itu, Adit merasakan perubahan dalam hidup dia. Keadaan ekonomi dia membaik.

“Rezeki saya lancar sekali. Dagangan saya selalu laku. Bahkan saya pernah untung sepuluh juta dalam sehari,” kata Adit.

Setelah sang nenek wafat, Adit tetap ingin memberi makan gratis untuk orang-orang. Maka Adit membuka rumah makan gratis di depan rumahnya.

Setiap hari dia menyediakan 50 porsi. “Yang makan pemulung, tukang sapu, tukang angkut sampah,” kata Adit.

Bahkan sesekali, sebagian pemulung dan tukang sampah juga ikut menyumbang dua puluh ribu - tiga puluh ribu rupiah.

Dapat lahan baru dan dikunjungi SBY

Banyak orang mengapresiasi dan membantu dia. Bahkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istri pernah berkunjung ke tempat Adit untuk sekadar minum kopi bersama.

Pada pertengahan tahun ini Adit mendapat lahan seluas sekitar 150 meter di pinggir jalan raya. “Saya dipinjami gratis lahan ini selama lima tahun,” kata Adit.

Karena lokasinya strategis, pengunjung di rumah makan gratis ini bertambah banyak. Saat Anadolu Agency berkunjung beberapa waktu lalu, rumah makan adit dikunjugi berbagai kalangan.

Mulai dari pelajar, ojek online, karyawan, bahkan ada yang datang dengan keluarga.

“Siapa saja boleh makan di sini. Tidak ada syarat harus miskin atau harus menyumbang,. Muslim atau non-muslim juga boleh makan di sini,” kata Adit menjelaskan.

Saat ini Adit juga punya usaha tambahan, yakni menjual sabun dan pewangi pakaian untuk gerai-gerai jasa cuci pakaian.

Sekarang Adit fokus menjalankan usahanya, sedangkan urusan belanja dan memasak dilakukan oleh sang ibu. Dia juga mempekerjakan dua remaja yatim untuk mengurus rumah makan.

Meski harus mengeluarkan satu juta rupiah setiap hari, Adit mengaku tidak pernah meminta sumbangan. “Tapi kalau ada yang menyumbang saya terima,” ujar dia.

Adit menambahkan, sumbangan kadang datang dari beberapa rumah makan yang berdekatan. Biasanya rumah makan-rumah makan itu menyumbang sayur atau lauk.

Adit mengakui, rumah makannya tidak pernah tutup karena Adit tidak memiliki uang. Kalau pun tidak ada uang, dia tetap menyediakan nasi goreng.

“Saya juga sediakan beras, mi instan, dan telur. Siapa saja boleh masak sendiri. Sebab Sabtu dan Minggu kita tidak masak.

Adit menjamin dia selalu menyajikan makanan baru setiap hari. Dia tidak pernah menyajikan makanan sisa.

Adit mengaku tidak takut rugi atau miskin karena sedekah makanan gratis setiap hari. “Alhamdulillah, semakin banyak saya sedekah, semakin banyak saya mendapat rezeki dari sumber yang tidak disangka-sangka,” pungkas Adit.

Pegiat sosial yang juga Vice President Aksi Cepat Tanggap (ACT) Dompet Dhuafa Iqbal Setyarso mengatakan sosok seperti Adit merupakan salah satu contoh dari tren filantropi atau kedermawanan yang sedang terjadi di Indonesia.

"Dia ingin membantu orang lain dengan usaha yang dia lakukan, dan berharap dapat membantu dirinya sendiri" kata Iqbal.

Kedermawanan sosial seperti ini mendapat tempat yang luas di Indonesia, saat ketimpangan ekonomi cukup besar, dan kalangan yang tidak beruntung semakin banyak.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.