Budaya

Kekuatan buku dan karya sastra yang menyatukan Asia Tenggara

Budaya bisa membentuk identitas masyarakat di negara-negara ASEAN

02.08.2017 - Update : 02.08.2017
Kekuatan buku dan karya sastra yang menyatukan Asia Tenggara Museum Fatahillah di Kawasan Kota Tua Jakarta yang tahun ini menjadi tuan rumah ASEAN Literary Festival. (Muhammad Latief - Anadolu Agency)

Regional

Muhammad Latief 

JAKARTA

ASEAN Literary Festival, pertemuan penulis-penulis dari negara-negara Asia Tenggara, tahun ini memasuki tahun keempat. Kawasan Kota Tua Jakarta, kali ini menjadi tuan rumahnya. Pembukaan festival ini dilaksanakan pada Rabu, di Museum Fatahillah. “Di negara lain, festival semacam ini juga diselenggarakan di museum,” kata novelis sekaligus pendiri ASEAN Literary Festival Oki Madasari.

Kompleks Kota Tua yang merupakan kawasan wisata warisan budaya dengan deretan gedung-gedung tua peninggalan masa kolonial, kata Oki, sengaja dipilih karena dirasa paling tepat untuk mendiskusikan dan memamerkan kekayaan literatur dari berbagai budaya di Indonesia.

Kepala Bidang Kerja sama Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Darmawati, mengatakan selama ini masyarakat hanya mendapatkan informasi soal kerja sama ekonomi maupun politik di antara bangsa-bangsa Asia Tenggara. Padahal, kebudayaan bisa menjadi ikatan pemersatu.

“Melalui sastra, kita bisa memberitahu ada komunitas ASEAN yang lebih membumi,” kata dia.

Selama bertahun-tahun sejak didirikan pada 1967, pemimpin negara-negara di Asia Tenggara gagal menyatukan masyarakatnya dengan identitas ASEAN. Ini karena, sebut Oki, tidak ada satu alasan untuk bersatu sebagai satu komunitas. Identitas bersama hanya pengalaman kolonialisme dan kedekatan geografis, yang menurut Oki adalah “suatu konsep yang hampir tidak masuk akal”.

Bagi Oki, pencapaian tertinggi ASEAN selama 50 tahun ini adalah keberhasilannya menghindari perang di kawasan Asia Tenggara. Tapi menurutnya ASEAN tidak akan berlanjut sebagai komunitas hingga masyarakatnya serius memulai pertukaran nilai, gaya hidup, dan kebiasaan.

“Sehingga [masyarakat ASEAN] saling mengenal dan saling memahami. Rasa memiliki ini hanya akan datang dari pendekatan dari bawah,” ujarnya. 

Hanya budaya lah yang bisa menumbuhkan dan membangun perasaan menjadi bagian masyarakat yang lebih besar, hingga pada akhirnya membentuk identitas bangsa-bangsa Asia Tenggara. “Saya percaya pada kekuatan buku dan karya sastra untuk membentuk kesadaran dan perspektif baru di antara orang-orang di Asia Tenggara,” tandas Oki. 

Dengan tema Beyond Imagination, ASEAN Literary Festival berlangsung pada 3-6 Agustus.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın