Budaya, Nasional

Elephant poo paper, kertas ramah lingkungan dari kotoran gajah

Taman Safari memproduksi elephant poo paper sebagai salah satu upaya pengelolaan limbah, serta menjualnya sebagai souvenir

Nicky Aulia Widadio  | 24.06.2019 - Update : 24.06.2019
Elephant poo paper, kertas ramah lingkungan dari kotoran gajah Petugas mengambil kotoran gajah di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Jawa Barat, Indonesia pada 27 Februari 2018. Untuk mengurangi penebangan hutan, pabrik kertas Safari Poo Paper tersebut memproduksi sekitar 210 lembar kertas daur ulang ukuran 40 x 50 cm, dari 200 kilogram kotoran gajah setiap harinya dan kemuadian kertas daur ulang tersebut dijadikan buku, amplop, kertas cetak foto, undangan, dan frame foto. (Eko Siswono Toyudho - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

Nicky Aulia Widadio

JAKARTA 

Taman Safari Indonesia mendaur ulang kotoran gajah menjadi produk ramah lingkungan dan bernilai jual, salah satunya kertas yang diberi nama “elephant poo paper”.

Sebagai rumah dari 50 ekor gajah sumatra, Taman Safari harus mengelola setidaknya dua ton kotoran dari hewan mamalia itu per hari.

Kotoran gajah bisa diolah menjadi kertas karena mengandung serat tinggi dari rumput yang mereka konsumsi.

Kepala Divisi Taman dan Kebersihan Taman Safari Indonesia, Mukdor Khasani mengatakan proses daur ulang ini telah berjalan sejak 2012 sebagai bagian dari misi go green dan mengurangi produksi limbah.

Satu ekor gajah bisa mengonsumsi hingga 250 kilogram dalam satu hari. Dengan sistem penceraan yang tidak efisien, jumlah kotoran yang dihasilkan juga berjumlah besar.

Mendaur ulang menjadi pilihan Taman Safari untuk mengurangi produksi limbah biogradable yang berasal dari kotoran hewan.

“Jumlah gajah di sini terus bertambah, sehingga kami terobsesi melakukan yang belum ada. Kotoran gajah kita bikin menjadi poo paper,” kata Mukdor kepada Anadolu Agency, Rabu lalu.

Proses pembuatan elephant poo paper cukup sederhana. Taman Safari memiliki pabrik khusus berukuran sekitar 200 meter persegi dengan dua orang petugas.

Dari setiap 100 kilogram kotoran gajah biasanya didapati 12 kilogram serat. Serat itu akan dicuci dan direbus lebih dulu agar seluruh bakteri dan bau busuknya menghilang.

Setelah itu, serat dijemur hingga menjadi seperti rumput kering. Serat yang sudah kering kemudian digiling hingga menjadi halus.

Untuk mendapatkan hasil yang berkualitas, serat itu harus dicampur menggunakan bubur kertas.

Mukdor mengatakan, mereka hanya menggunakan kertas-kertas bekas dari kantor manajemen Taman Safari sebagai bahan campuran.

Warna dari kertas bekas ini nantinya memengaruhi warna elephant poo paper, seperti putih gading, hijau muda, coklat muda, serta merah muda.

“Jadi tidak perlu menambahkan pewarna buatan,” jelas Mukdor.

Setelah dicampur, serat kotoran gajah dan bubur kertas kemudian dicetak dan dijemur di bawah sinar matahari. Jika sinar matahari cukup terik, hanya butuh waktu sekitar enam jam hingga kertas itu kering.

Meski bahan bakunya berasal dari kotoran gajah, elephant poo paper tidak berbau sama sekali.


Dari kotoran gajah menjadi rupiah

Taman Safari Indonesia memproduksi rata-rata 210 lembar elephant poo paper dalam satu hari. Hasil produksi itu kemudian di toko souvenir mereka.

Satu lembar elephant poo paper berukuran 50 cm x 50 cm dijual seharga Rp5.000, sedangkan yang sudah berbentuk notebook dijual seharga Rp20 ribu.

“Kita bisa manfaatkan karena punya nilai ekonomis, jual kertasnya, wujud buku, wujud post card, kemudian jenis yang lain,” kata Mukdor.

Menurut Mukdor, daur ulang kotoran gajah menjadi kertas sebetulnya berpotensi menjadi industri yang menguntungkan dan ramah lingkungan.

Mukdor mengatakan proses pembuatannya berbiaya rendah. Namun dia tidak menyebutkan nilai yang telah didapat dari hasil penjualan elephant poo paper.

Konsep elephant poo paper yang ramah lingkungan juga telah menarik kunjungan sejumlah pejabat hingga taraf menteri.

Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya yang menjabat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, serta Menteri Siti Nurbaya yang menjabat saat ini pernah melihat sendiri proses daur ulang ini.

Sebab pemanfaatan kertas daur ulang semacam ini dalam skala besar tentu bisa mengurangi penebangan pohon di hutan sebagai bahan dasar pembuatan kertas.

Namun Taman Safari sebagai pionir elephant poo paper di Indonesia, belum berencana meningkatkan taraf produksinya menjadi lebih besar.

Pemanfaatannya baru sebatas untuk kebutuhan souvenir, sedangkan pabrik elephant poo paper juga menjadi sarana edukasi dan studi banding.

“Kalau untuk produksi massal kami belum, karena tujuan awalnya memang untuk pengelolaan limbah,” kata Mukdor.

Selain menjadi kertas, Taman Safari juga memanfaatkan kotoran gajah menjadi kompos sejak era 1990-an hingga kini.

Sama seperti elephant poo paper, kompos juga dijual kepada pengunjung sekaligus membuktikan bahwa kotoran gajah bisa menjadi bernilai.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.