Belarusia kerahkan pasukannya ke perbatasan barat

Belarusia menempatkan pasukan dan rudal pertahanan udara di perbatasan, dan jet tempur melakukan patroli udara, ungkap otoritas negara itu

Elena Teslova

MOSKOW

Presiden Belarusia Alexander Lukashenko pada Selasa mengumumkan dirinya telah memerintahkan penempatan pasukan di perbatasan barat negaranya untuk persiapan tempur.

Berbicara pada pertemuan dengan Dewan Keamanan negara, Lukashenko mengatakan protes di negara itu tidak terjadi secara spontan dan kejadian tersebut akan meningkat lebih lanjut.

Mengkritik saran oposisi agar negara itu bergabung dengan NATO dan Uni Eropa, dia mengatakan bahwa "tidak ada yang menunggu" Belarus dengan organisasi-organisasi ini.

Terkait usulan "dewan koordinasi" oposisi, dia mengatakan ini sebagai upaya untuk merebut kekuasaan.

Soal permintaan oposisi untuk meninggalkan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif yang akan mengarah pada pembongkaran sistem pertahanan Belarus, karena perangkat keras Rusia harus dibuang dan senjata negara akan segera rusak.

Dalam pernyataan terpisah, Kementerian Pertahanan Belarus mengatakan pihaknya mengerahkan sistem pertahanan udara di perbatasannya, dan jet tempur negara itu berpatroli di wilayah udaranya.

Kementerian tersebut mengundang atase militer Jerman, Inggris, Lituania, Polandia dan Ukraina untuk memberi pengarahan kepada mereka tentang langkah-langkah yang akan diambil dalam menanggapi "ancaman terhadap keamanan nasional Belarus".

Setelah pertemuan Dewan Keamanan, Lukashenko melakukan pembicaraan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Putin memberi tahu Lukashenko tentang diskusinya baru-baru ini dengan Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel.

Dia menyatakan merasa prihatin atas upaya beberapa negara untuk menekan Belarus dan membuat negara itu tidak stabil.

Sementara itu, Menteri Pertahanan AS Mark Esper melakukan percakapan telepon dengan mitranya dari Rusia, Sergey Shoygu.

Esper dan Shoygu membahas "masalah langkah-langkah pembangunan kepercayaan dan transparansi untuk mencegah insiden militer" dan bertukar pandangan tentang konflik di wilayah lainnya, kata Kementerian Pertahanan Rusia dalam sebuah pernyataan.

Beberapa negara Uni Eropa menolak hasil pemilihan presiden Belarus, karena puluhan ribu demonstran turun ke jalan menuntut pemilihan presiden yang baru dan adil.

Pemimpin oposisi Belarus Svetlana Tikhanovskaya pada Senin mengatakan bahwa dia "siap untuk memimpin bangsa" melalui masa transisi untuk mengakhiri kerusuhan.

Alexander Lukashenko, yang berkuasa di Belarus selama 26 tahun, secara resmi memenangkan pemilihan dengan 80,1 persen suara. Saingan utamanya, Tikhanovskaya, hanya meraup 10,12 persen, menurut Komisi Pemilihan Umum.

Lukashenko menolak untuk mengadakan pemungutan suara baru.