Ekonomi, Analisis

Indonesia perlu kerja keras tahan perlambatan ekonomi

Industri pariwisata Indonesia dapat kehilangan devisa hingga USD4 miliar, namun juga berpeluang mengambil alih kunjungan wisatawan global yang batal berkunjung ke China

Muhammad Nazarudın Latıef  | 06.02.2020 - Update : 09.02.2020
Indonesia perlu kerja keras tahan perlambatan ekonomi Petugas terlihat menggunakan masker untuk mencegah penyebaran virus korona di bandara Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, Provinsi Riau, Indonesia. Virus korona telah membunuh sembilan orang, menginfeksi ratusan orang dan dapat menyebar. Virus baru yang berasal dari Wuhan, Cina, muncul sejak Desember 2019 dan tengah meneror dunia. (Dedy Sutisna - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA 

Wabah virus korona diperkirakan akan menggiring ekonomi Indonesia melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh di bawah lima persen pada kuartal pertama 2020, turun dari sepanjang tahun 2019 yang masih 5,02 persen.

“Akan ada pengaruh pada kuartal pertama 2020. Diperkirakan di bawah 5 persen,“ ujar Muhammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia saat dihubungi Anadolu Agency, Rabu.

Angka ini menurut Faisal juga melanjutkan tren pertumbuhan ekonomi di bawah lima persen yang terjadi pada kuartal IV/2019 yaitu 4,97 persen yang baru diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Perekonomian Indonesia dan China, kata Faisal, saat ini sudah terkait erat. Tahun lalu, menurut laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) investasi asal China mencapai USD4,7 miliar, hanya di bawah Singapura yang mencapai USD6,5 miliar.

Impor terbesar Indonesia juga datang dari China dengan nilai mencapai USD44 miliar atau 29,9 persen dari total impor.

Wisatawan asal China juga paling Indonesia sebanyak 2 juta orang dari total 16 juta wisatawan yang datang ke Indonesia tahun lalu.

China juga pasar terbesar ekspor Indonesia, sebesar USD25,8 miliar atau 16 persen dari total ekspor Indonesia, disusul kemudian Amerika Serikat sebesar USD17,6 miliar atau 11,4 persen.

“Kalau China melambat, banyak negara juga akan melambat. Amerika juga,” ujar Faisal.

“Perlambatan di sana akan mengurangi ekspor kita. Jika banyak industri di sana tutup maka akan mengurangi permintaan bahan baku. Permintaan gas dan sawit, kita akan turun.”

Penurunan devisa dari wisatawan asal China, akibat pemerintah melarang penerbangan dari dan menuju China, diperkirakan sebesar USD2,8 miliar.

"Itu dampak langsung wisatawan dari China," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama di Kantor Staf Presiden, Jakarta pada Kamis.

Wishnutama mengatakan perkiraan penurunan devisa itu didapat dari data wisatawan asal China pada tahun lalu.

Berdasarkan laporan pada 2019 lalu wisatawan China yang berlibur ke Indonesia sebanyak 2,07 juta orang dengan pengeluaran rata-rata sebesar USD1.400.

Penurunan devisa kata dia akan meluas jika virus korona menyebabkan dampak psikologis terhadap wisatawan asing selain China.

"Jadi kalau kita bicara rata-rata per tahun, kita kemungkinan rugi sekitar USD4 miliar, termasuk selain dari China," kata Wishnutama.

Hati-hati batasi impor dari China

Ekonom Institute For Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dengan kebijakan menghentikan impor barang-barang dari China sebagai respon dengan penyebaran wabah virus korona.

Salah satu contohnya, pembatasan impor bawang putih akan mendorong kelangkaan barang tersebut di dalam negeri.

“Selama ini 70-80 persen bawang putih impor sebagian besar dari China. Ketika impor terganggu harga naik akan menyebabkan tekanan pada daya beli masyarakat,” ujar dia.

Namun Kantor Staf Presiden (KSP) membantah pemerintah melarang maupun membatasi impor bawang putih dari China. "Pembatasan impor dari China terbatas pada produk pangan pada kategori life animal," kata Moeldoko, Kepala Staf Presiden, Kamis.

Faisal mengkhawatirkan pembatasan impor terhadap bahan baku dan penolong industri dari China. Jika ada kekurangan pasokan, maka industri tanah air yang sedang mengalami perlambatan akan lebih tertekan. 

Menurut Bhima, pemerintah harus segera memutar otak mencari bahan substitusi impor dari luar China, khususnya bahan pangan, bahan baku dan penolong industri.

“Kemudian tingkatkan produksi bahan baku industri dalam negeri dengan berbagai insentif,” ujar Bhima.

Di sisi lain, pembatasan impor dipandang sebagai kebijakan yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah dampak ekonomi yang lebih besar dari virus korona.

"Kalau virus sudah masuk, kita harus melakukan isolasi seperti di China sehingga dampak ekonominya jauh lebih besar,” kata Direktur CORE Piter Abdullah.

Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu mengatakan virus korona bisa membuat pertumbuhan ekonomi China tertekan hingga 2 persen. Saat terjadi wabah SARS pada 2002-2003 ekonomi China tertekan, dari pertumbuhan 11 persen hanya menjadi 10 persen

Menurut dia setiap perlambatan 1 persen perekonomian China, bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia hingga 0,3 persen karena besarnya hubungan ekonomi kedua negara.

Sembilan bulan untuk bangkit

Bhima mengusulkan pemerintah membuat paket khusus penyelamatan ekonomi dari wabah virus korona.

Sektor pertama terdampak adalah pariwisata. Pasti ada pengurangan jumlah wisatawan asal China yang tahun lalu berjumlah 2 juta orang karena mulai ada larangan masuk.

Pada beberapa daerah seperti Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Bali sudah terasa dampaknya.

Sektor lain menurut pemerintah adalah farmasi karena akan pengurangan kiriman dari China karena gangguan proses produksi.

“Paket penyelamatan ini penting dipikirkan. Mulai dari stimulus pariwisata hingga industri yang terdampak langsung,” ujar dia.

Sementara menurut Faisal, sektor pariwisata malah bisa mendapatkan keuntungan dari situasi ini.

Indonesia bisa mengambil alih wisatawan yang membatalkan perjalanannya ke China.

Sebelumnya, China mengumumkan penutupan sementara sebagian besar tempat dan atraksi wisata untuk menahan penyebaran virus corona. Tempat-tempat wisata popular yang ditutup seperti Great wall, Terracotta, dan Istana Potala. Wisatawan disarankan menunggu setidaknya 2-3 bulan lagi untuk memesan paket perjalanan ke China.

China adalah salah satu raksasa dalam industri wisata. Pada 2018, pendapatan mereka dari sektor pariwisata mencapai USD7,16 miliar, mengutip data Statista.com.

Menurut perkiraan International Air Transport Association (IATA) guncangan terhadap industri pariwisata membutuhkan waktu paling tidak sembilan bulan untuk bisa bangkit seperti yang terjadi saat wabah SARS pada 2003 lalu. 

Hal tersebut, menurut Faisal menciptakan peluang kunjungan wisata yang besar bagi Indonesia, negara di Kawasan Asia Tenggara hingga kini belum terinfeksi serangan virus. 

“Kalau bisa mengalihkan kunjungan dari China ke Indonesia itu sangat baik,” ujar Faisal.

Namun hal itu bukan pekerjaan yang mudah. Pemerintah perlu bekerja lebih cepat dan lebih keras dari sebelumnya untuk mencegah penurunan ekonomi Indonesia tahun ini, imbas dari China.

* Erric Permana dan Iqbal Musyaffa berkontribusi dalam tulisan ini

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.