Analisis

Diplomasi dagang Indonesia dengan India, gula ditukar sawit

Pemerintah harus berhati-hati menetapkan kuota impor gula dari India untuk mempertahankan surplus perdagangan

Muhammad Nazarudin Latief  | 24.02.2020 - Update : 29.02.2020
Diplomasi dagang Indonesia dengan India, gula ditukar sawit Ilustrasi: Cerobong pabrik gula. (Muhammad Latief - Anadolu Agency)

Jakarta Raya

JAKARTA

Pelaku usaha di India meminta peningkatan akses pasar dan pengurangan hambatan perdagangan dari Indonesia terutama untuk produk gula kristal mentah, daging kerbau, produk susu, dan beras, ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Jumat.

"India adalah salah satu mitra dagang penting Indonesia. Kita harus berkolaborasi dengan pelaku usaha dalam meningkatkan perdagangan kedua negara," kata Menteri Agus.

Agus menggelar pertemuan dengan Federasi Kamar Dagang dan Industri India (Federation of Indian Chambers of Commerce and Industry/FICCI) pada Kamis.

Agendanya adalah menjalin kemitraan dagang dengan para pengusaha dan meminta mereka datang ke Trade Expo Indonesia (TEI), pameran dagang terbesar Indonesia, pada Oktober mendatang.

Menurut Menteri Agus, kedua negara menetapkan target peningkatan perdagangan bilateral hingga USD50 miliar pada 2025.

"Kedua negara memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dan bekerja sama,” ujar dia.

Salah satu sektor yang dibidik adalah rumah sakit dan farmasi, karena India memiliki teknologi dan pengetahuan yang lebih maju di kedua sektor tersebut.

Peluang kerja sama lain adalah pada di sektor blue economy, ujar Menteri Agus.

India pada 2019 lalu merupakan negara tujuan ekspor keempat dan sumber impor kesembilan bagi Indonesia.

Total perdagangan kedua negara mencapai USD16,1 miliar. Ekspor Indonesia ke India tercatat sebesar USD 11,7 miliar dan impor Indonesia dari India tercatat USD 4,3 miliar.

Dengan demikian, Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar USD7,4 miliar.

Produk ekspor utama Indonesia ke India adalah batu bara, minyak kelapa sawit dan turunannya, produk baja, karet alam, dan asam lemak mono-karboksilat industri.

Sedangkan, India mengirim daging kerbau, hidrokarbon siklik, kacang tanah, pemanas air, dan kendaraan bermotor ke Indonesia.

Diplomasi perdagangan

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, wajar jika India meminta Indonesia menambah pembelian barang tersebut karena mereka adalah negara yang selalu mengalami defisit perdagangan dengan Indonesia.

India, menurut Firdaus bukan tidak menyadari kondisi ini bahkan ingin memperbaikinya. Karena itu, India memberlakukan hambatan tarif untuk produk dari Indonesia seperti CPO dan bahkan melarang produk hilir kelapa sawit.

Menurut dia, impor gula ini adalah bagian dari negosiasi perdagangan, sebagai gantinya India akan membeli lebih banyak CPO dari Indonesia.

Di sisi lain, Indonesia kekurangan gula putih kristal (GKP) sekaligus ingin menstabilkan harga menjelang Ramadan dan Lebaran. Produksi GKP domestik hanya sekitar 2,2 juta ton, sedangkan kebutuhan ditaksir 2,8 juta ton.

Bulog sendiri sudah mengusulkan izin importasi GKP sebanyak 200 ribu ton untuk mengisi kekosongan pasokan dan mengendalikan harga jelang perayaan umat Islam tersebut.

Indonesia juga sudah mengubah standar International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA) untuk gula mentah yang diimpor dari 1.200 menjadi 600. Ini adalah upaya untuk mengakomodir gula dari India yang bisa memproduksi gula dengan standar ICUMSA antara 400-800.

“Jadi ini kedua negara sepakat saling tukar kepentingan. Indonesia ingin agar produk sawitnya masuk India dan bersaing dengan Malaysia, sedangkan India ingin gula mentah dibeli Indonesia,” ujar Firdaus.

Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Hermanto Siregar mengatakan sebanyak 30-40 persen kebutuhan gula Indonesia dipenuhi dari impor.

Menurut dia importasi gula tidak akan merugikan industri dalam negeri maupun petani tebu jika dilakukan pada waktu yang tepat.

“Kalau kita impor saat pabrik gula panen, itu memukul. Kalau kita sedang off season dan memang 30-40 persen dari kebutuhan kita kan memang masih impor. Jadi itu baik-baik saja,” ujar dia.

Menurut dia, impor dari India itu kan reciprocal duty karena mereka menerima sawit Indonesia dalam jumlah besar.

“Gula dari India relatif kompetitif dibanding Australia dan negara lain, dari segi kualitas dan harga. Mereka pakai teknologi yang bagus.”

Menurut Firdaus kuota impor gula harus diperhitungkan dengan seksama dan disesuaikan dengan kebutuhan industri.

Gula impor, menurut Firdaus bisa menciptakan ketidakstabilan pasar jika bocor dan menjadi gula konsumsi.

Kebocoran ini tetap berpotensi terjadi karena ada selisih yang cukup besar antara harga gula di pasaran internasional dan domestik.

Ini menjadi peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu, ujar Firdaus.

Meski demikian, Firdaus mengingatkan agar pembelian banyak produk dari India malah menggerus surplus perdagangan.

Felippe Amanta, peneliti Centre for Indonesia Policy Studies mengatakan surplus perdagangan dengan India harus dijaga dengan menggenjot pengiriman produk kelapa sawit ke India.

“Sepertinya pemerintah menggenjot agar produk sawit kembali bisa diterima,”ujar dia.

India bahkan telah membuka kembali kran impor Refined, Bleached & Deodorised (RBD) palm olein atau produk sawit olahan dari Indonesia sebanyak 1,1 juta ton tahun ini.

Kebijakan ini bertentangan dengan keputusan pada awal tahun lalu yang melarang pembelian RBD dari semua eksportir.

“Jadi neraca perdagangannya bisa tetap terjaga. Kita impor gula, beras dan otomotif dari India, sementara India impor minyak sawit kita,” ujar dia.

Seperti dikutip dari Reuters, Kamis 20 Februari 2020, pejabat pemerintah India dan tiga trader mengatakan telah menerbitkan izin impor untuk 1,1 juta ton refined bleached deodorized (RBD) palm olein dari Indonesia. Ini adalah sebuah langkah yang mengejutkan lantaran pada 8 Januari 2020 India menempatkan produk turunan CPO termasuk RBD palm olein dalam daftar barang-barang impor terlarang.

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Topik terkait
Bu haberi paylaşın